Masa remaja adalah masa
peralihan atau masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa
ini, remaja mengalami beberapa perubuhan yaitu dalam aspek jasmani, rokhani,
emosional, social dan personal. Akibat perubahan tingkah laku yang dapat menimbulkan
konflik dengan orang sekitarnya, seperti konflik dengan orang tua atau
lingkungan masyarakat sekitarnya. Konflik tersebut terjadi akibat adanya
perbedaan sikap.
Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifetasi
sikap itu dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Schiffman dan Kanuk
(2000:104-105), mengatakan sikap adalah predisposisi yang dipelajari dalam
proses secara konsisten suatu obyek, dalam bentuk suka atau tidak suka (attitude is a learned predisposition to
responds a consistenly favorable or unfavotable manner with respect to given
objeck).
Permasalahan remaja saat ini
sangat komplek dan mengawatirkan. Hal ini ditujukan dengan masih rendahnya
pengetahuan remaja tentang pentinya menjaga kesehatan reproduksi. Jika hal ini
diabaikan akan berdampak pada meningkatnya jumlah remaja yang terkena masalah kesehatan
reproduksi.
Sebagaimana diketahui saat
ini jumlah remaja usia 10-24 tahun di Indonesia berjumlah sekitar 67 juta atau
30 persen dari jumlah penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa (Sensus penduduk,
2010). Remaja sangat rentan tehadap resiko TRIAD KRR(Seksualitas, HIV dan AIDS,
NAPZA). Untuk merespon permasalahan ini perlu peningkatan pengelolaan PIK
Remaja/Mahasiswa dengan menjadikan Pendidik dan Konselor Sebaya yang dikelola
dari, oleh dan untuk remaja/mahasiswa.
Pemberdayaan peran pendidik
dan konselor sebaya sangat penting.
Berbagai hasil studi memperlihatkan bahwa para remaja lebih merasa
terbuka jika berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang yang dianggap sebaya dan mengerti
tentang kehidupan mereka. Karena itulah para remaja dapat dijadikan tenaga
penyuluh, pendidik, pembimbing, dan konselor kesehatan reproduksi melaui
latihan, fasilitasi, bimbingan serta bantuan teknis secara sistematis. Disamping para pendidik
dan Konselor sebaya, penting pula untuk memberdayakan para pengelola program
seluruh tingkatan (Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/.Kota). Para pengelola
tersebut perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan tetang bagaimana
mengembangkan program kesehatan reproduksi remaja yang ramah renaja (adolescent
friendly).
Peningkatan akses remaja
terhadap pelayanan kesehatan reproduksi remajaserta meningkatkan kualitas
pengelolaan dan pelayanan Pusat Informasi Konseling (PIK)-Kesehatan Reproduksi
Remja (KRR), sehingga jumlah remaja dan orang tua yang mendapatkan informasi
dan konseling kesehatan reproduksi remaja melalui PIK Remaja /mahasiswa meningkat.
Peningkatan akses kualitas
PIK Remaja/Mahasiswa dengan sasaran
Pengelola program, Kelompok Remaja, Keluarga, Institusi pendidikan (termasuk
pondok pesantren), LSM, organisasi berbasis keagamaan, Organisasi Profesi.
Dengan kegiatan utamnya adalah Pemanfaatan PIK Remaja/Mahasiswa yang sudah ada dan Pembinaan PIK-KRR dalam
rangka meningkatkan pengelolaan PIK Remaja/Mahasiwa secara berkisinambungan.