Menurut sebuah jajak pendapat oleh National Campaign to Prevent Teen Pregnancy, 55 persen anak lelaki dan 72 persen anak perempuan yang disurvey menyesali keputusan mereka untuk melakukan hubungan seks.
Jajak pendapat ini hanyalah bukti terbaru bahwa
banyak remaja yang mengambil sikap lebih berhati-hati terhadap hubungan seks,
ucap Sally Sachar, wakil direktur kampanye tersebut, dalam sebuah pernyataan.
Hal ini juga menjelaskan fakta bahwa para orang tua dapat, dan harus memainkan
peran aktif secara terus menerus dalam membantu anak-anak mereka memahami bahwa
seks dapat menunggu.
Memang benar, 37 persen dari mereka yang disurvey
mengatakan bahwa orangtua mereka merupakan pengaruh paling penting dalam
keputusan mereka mengenai seks. Tiga puluh persen remaja mengatakan bahwa
teman-teman mereka paling berpengaruh dalam keputusan mereka, sementara 11
persen mengatakan media dan 11 persen lainnya mengatakan komunitas keagamaan
mereka sebagai pemberi pengaruh terbesar.
Survey tersebut juga menemukan bahwa 78 persen
remaja akil baliq yang disurvey percaya bahwa para remaja seharusnya tidak
aktif secara seksual. Namun, 54 persen dari para remaja yang disurvey
mengatakan bahwa mereka yang aktif secara seksual seharusnya memiliki kemudahan
memiliki alat kontrasepsi.
Dan 64 persen dari para remaja yang dimintai
jajak pendapat mengatakan bahwa mereka akan menyarankan adik atau teman mereka
untuk menunda berhubungan seks setidaknya hingga mereka menyelesaikan sekolah
menengah.
Survey tersebut didasarkan pada
wawancara-wawancara telepon dengan sekitar 500 remaja akil baliq berusia antara
12 hingga 17 tahun. Wawancara-wawancara tersebut dilakukan oleh sebuah
perusahaan riset independen.
Jadi bila hampir dua pertiga dari para remaja
Amerika yang telah melakukan hubungan seks berpikir bahwa mereka seharusnya
menunggu dulu, mengapa para remaja di Indonesia tidak berusaha juga untuk
melakukannya ? Cinta tidak berkonotasi dengan seks, cinta berkonotasi dengan
kasih sayang.
0 komentar:
Posting Komentar